Kumpulan Syair dan Puisi Khalil Gibran
Khalil Gibran adalah seorang seniman, penyair, dan penulis
di Lebanon Amerika. Ia lahir di Lebanon pada 6 Januari 1883 dan meninggal di
New York City, Amerika Serikat, pada 10 April 1931 pada umur 48 tahun. Ia lahir
di Lebanon (saat itu masuk Provinsi Suriah di Khilafah Turki Utsmani) dan
menghabiskan sebagian besar masa produktifnya membuat berbagai buku, prosa,
puisi dan kata mutiara di Amerika Serikat.
Cinta Yang Agung
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan masih peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’
Apabila cinta tidak berhasil…bebaskan dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas lagi ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu tidak perlu mati
bersamanya…
Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang..
melainkan mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh
Nyanyian Sukma
Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihku dalam jubah yang tipis kainnya,
dan mengalirkan sayang, Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya bintang-bintang
bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakahYang mampu membawakannya
berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau
bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam, Dengan desah bayi
yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?
Perjamuan Jiwa
BANGUNLAH, Cintaku.
Bangun!
Kerana jiwaku mengalu-alumu dari dasar laut,
dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang
mengamukBangunlah,
kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah
para pejalan kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki, sementara
aku terbangun sendiri,
rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu, namun kebimbangan
melemparkan diriku menjauh darimu.
Aku telah membuang bukuku,
kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku
meninggalkan tempat tidurku,
Cintaku,
kerana takut pada hantu lupa yang berada di balik selimut.
Aku telah membuang bukuku,
kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku
meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!Bangun,
bangunlah,
Cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkanmu,
Cintaku!
Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas dan merasakan
lembutnya sentuhan sayapmu. Aku telah jauh dari ranjangku,
beranjak ke tanah lapang, hingga embun membasahi kaki dan
bajuku.
Di sinilah aku berdiri,
dibawah bunga-bunga pohon badam,
memenuhi panggilan jiwamu.
Bicaralah padaku,
Cintaku,
dan biarkan nafasmu menghirup angin gunung yang datang
padaku dari lembah-lembah Lebanon.
Bicaralah.
Tak ada yang akan mendengar selain diriku.
Malam telah melarutkan semua manusia ditempat tidurnya.
Syurga telah menyulam cahaya rembulan dan menghamparkannya
ke seluruh daratan Lebanon,
Cintaku.
Syurga telah meriasnya dengan bayangan malam,
jubah tebal membentang dihembus asap dari cerobong kain,
dihembus nafas kemari, dan mengelarnya di telapak kota,
Cintaku.
Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya di
tengah pohon-pohon kenari. Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri
mimpi,
Cintaku.
Lelaki-lelaki longlai menggendong emas,
dan tebing curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka.
Mata mereka mengantuk kerana dililit kesulitan dan
ketakutan.
Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur sebagai tempat
berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan,
Cintaku.
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah.
Jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Fikiranku yang berhias kenangan menyingkap kekuatan bangsa
Chaldea,
kemegahan Arab.
Di lorong-lorong gelap,
jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan,
muncung-muncung nafsu ular berbisa muncul dari celah-celah
benteng,
dan rasa sakit berdengung kematian,
muntah-muntah sepanjang jalan.
Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku dan nampaklah
Sodom yang menjijikkan, serta dosa-dosa Gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku,
dan desirnya bertemu dengan alunan anak sungai di lembah.
Syair-syair Sulaiman,
nada kecapi Daud dan lagu Ishak Al-Mausaili terngiang-ngiang
di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar di penginapan menggelupur,
ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan,
dan kekecewaan telah jatuh dari langit.
Mimpi-mimpi kebimbangan melanda hati yang lemah.
Aku mendengar rintihan pahitnya.
Semerbak bunga melambai seiring nafas pohon-pohon cedar.
Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan,
harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniupkan
kerinduan untuk terbang.
Tetapi racun dari rawa-rawa jug berkelana mengepul bersama
penyakit.
Seperti panah rahsia yang tajam,
racun itu telah menembusi perasaan dan meracuni udara.
Tanpa kusedari matahari telah mengilaukan cahaya pagi,
Cintaku,
dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata orang
yang terlelap.
Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun jendela dan
menyelak hati dan kemenangan.
Desa-desa,
yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak
lembah,
bangun,
loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan
untuk mula berdoa.
Dan dari gua-gua,
gema-gema juga berdengung,
seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan
khusyuknya.
Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya,
biri-biri dan kambing meninggalkan bangsalnya untuk menuai
rumput yang berembun dan berkilatan cahaya.
Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya
di balik lelalang.
Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung
menyambut pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota.
Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka.
Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di
tempat kerjanya.
Mereka merasakan kematian telah melanggar batas kehidupan
mereka,
dan riak muka yang layu mempamerkan ketakutan dan
kekecewaan.
Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan
tergesa-gesa,
dan di mana-mana terdengar desingan besi,
pusingan roda dan siulan angin.
Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat
menindas yang lemah dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.
Betapa indah hidup ini,
Cintaku,
seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan
hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini,
Cintaku,
seperti dada penjahat, yang berdebar-debar kerana selalu
merasa bimbang dan takut.
Ibu
Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir –
bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang
memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu adalah segalanya.
Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam
rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta,
kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi.
Siapa pun yang kehilangan ibunya,
ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasamerestui
dan memberkatinya.
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu.
Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam
merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan.
Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya.
Pepohonandan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara
bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.Penuh cinta dan
kedamaian.
Kisahku
Dengarkan kisahku… .
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku
masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam
Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam
hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahwa cinta itu datang kerana pergaulan
yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi
ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa
dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahsia;
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan;
dan ketika kita mencoba untuk menggambarkannya ia menghilang
bagai segumpal uap.
Sahabatku Yang Tertindas
Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum
air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh
lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita,
yang mereka sebut ‘keperluan’.
Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung
halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat
dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana
kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas
kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak
melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa
mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang
menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban
yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus
asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang
tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap
cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu
memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan
indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama
salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan
hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang
menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan
kuanggap hina para penindasmu.
Indahnya Kematian
Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
kerana jiwa ini telah dirasuki cinta,
dan biarkan daku istirahat,
kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di
sekeliling ranjang ini,
dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki
ini dengan wangian,
dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di
dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini,
kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan
jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara
hatiku.
Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar
harapan dalam mataku,
kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas
tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku,
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai
jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara
ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.
Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku
dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan
memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan
Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku..
7 Alasan Mencela Diri
Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku, pertama kali ketika
aku melihatnya lemah, padahal seharusnya ia bisa kuat.
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh
Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan
mudah ia memilih yang mudah Keempat kalinya,
ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri dengan
mengatakan bahwa semua orang juga melakukan kesalahan Kelima kali,
ia menghindar kerana takut,
lalu mengatakannya sebagai sabar Keenam kali,
ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk padahal ia
tahu,
bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia
pakai Dan ketujuh,
ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai
suatu yang bermanfaat..
Syukur
Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam
sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman
Setitis Air Mata Seulas Senyuman
Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak.
Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir
dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa.
Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas
senyuman.
Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku
pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi.
Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku
dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.
Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati;
Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam
kewujudan.
Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan
kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.
Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di
dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang.
Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu
lebih manis daripada melodi yang termanis.
Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur,
memeluk kerinduannya.
tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut
ciuman matahari.
Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan
pengabulan.
Setitis airmata dan seulas senyuman.
Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal
mega.
Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga
berjumpa angin sepoi bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung
bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.Kehidupan awan-gemawan itu
adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan.
Bagai setitis airmata seulas senyuman.
Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih
besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan
dukacita dan dataran kebahagiaan.
Menuju samudera cinta dan keindahan – kepada Tuhan.
Lagu Ombak
Pantai yang perkasa adalah kekasihku,
Dan aku adalah kekasihnya,
Akhirnya kami dipertautkan oleh cinta,
Namun kemudian Bulan menjarakkan aku darinya.
Kupergi padanya dengan cepatLalu berpisah dengan berat hati.
Membisikkan selamat tinggal berulang kali.
Aku segera bergerak diam-diamDari balik kebiruan cakerawala
Untuk mengayunkan sinar keperakan buihku
Ke pangkuan keemasan pasirnya
Dan kami berpadu dalam adunan terindah.
Aku lepaskan kehausannya
Dan nafasku memenuhi segenap relung hatinya
Dia melembutkankan suaraku dan mereda gelora di dada.
Kala fajar tiba, kuucapkan prinsip cintadi telinganya, dan
dia memelukku penuh damba
Di terik siang kunyanyikan dia lagu harapan
Diiringi kucupan-kucupan kasih sayang
Gerakku pantas diwarnai kebimbangan
Sedangkan dia tetap sabar dan tenang.
Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan
Kala air pasang kami saling memeluk
Kala surut aku berlutut menjamah kakinya
Memanjatkan doaSeribu sayang, aku selalu berjaga sendiri
Menyusut kekuatanku.
Tetapi aku pemuja cinta,
Dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa,
Mungkin kelelahan akan menimpaku,
Namun tiada aku bakal binasa.
0 comments:
Post a Comment